Edukasi Bahaya Anemia Defisiensi Besi Pada Siswa-Siswi SMP Negeri 7 Samarinda
Kata Kunci:
Anemia, hemoglobin, defisiensi besi, remaja, edukasiAbstrak
Anemia sering terjadi pada remaja karena kebutuhan zat besi yang meningkat untuk mendukung pertumbuhan cepat dan pembentukan sel darah merah. Prevalensi anemia pada remaja laki-laki mencapai 45,8%, sementara pada remaja perempuan mencapai 57,1%. Sekitar 17,3% remaja usia 13-18 tahun di perkotaan mengalami anemia defisiensi besi, menurut Riskesdas tahun 2013. Kurangnya kesadaran akan gejala anemia dan tingkat kepatuhan rendah dalam mengonsumsi zat besi dapat menyebabkan anemia. Tujuan dari pengabdian ini memberikan edukasi bahaya anemia defisiensi besi pada remaja khususnya siswa-siswi SMP Negeri 7 Samarinda. Metode pengabdian dilakukan dengan pemberian materi edukasi dan tanya jawab. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam tubuh, menghambat proses eritropoesis. Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat timbul karena berbagai faktor, yaitu: kebutuhan yang meningkat secara fisiologis karena masa pertumbuhan dan menstruasi, kurangnya besi yang diserap karena kandungan besi pada makanan yang kurang memadai dan malabsorbsi besi, perdarahan, hemoglobinuria, transfusi feto-maternal, idiopathic pulmonary hemosiderosis, dan latihan yang berlebihan. Gejala khas anemia defisiensi besi meliputi: koilonychias (kuku sendok), atrofi lidah, angular cheilitis, dan disfagia. Tes laboratorium untuk diagnosis anemia defisiensi besi meliputi pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, retikulosit, serum besi, total iron binding capacity (TIBC), indeks saturasi transferrin, ferritin. Cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan besi adalah dengan meningkatkan kualitas makanan, terutama produk hewani. Disimpulkan bahwa anemia defisiensi besi telah menjadi problem kesehatan pada remaja. Pemberian edukasi tentang bahaya, penyebab dan pencegahan anemia defisiensi besi kepada remaja telah memberikan dampak positif terhadap berkurangnya kejadian anemia pada remaja.